Monday, January 11, 2010

Lost in Jakarta

Jakarta, kota yang sangat penuh dengan manusia, pemukimannya padat, gangnya sempit-sempit, dan jalan rayanya panjang mengular. Meski begitu, satu hal yang saya suka dari Jakarta, yaitu banyak sekali terdapat papan rambu penunjuk jalan, sehingga ibaratnya, bila tersesat di Jakarta tetapi bensin dikendaraan kita masih penuh, maka kita tinggal melihat aja rambu penunjuk jalan, beres dah.

Itu tadi adalah pengalaman saya (dan teman-teman saya juga), sewaktu menjadi pendatang baru di Jakarta ini. Cuma berbekal peta dan mulut, saya tidak pernah tersesat. Paling ditilang polisi gara-gara masuk ke jalur cepat atau masuk ke tol :)



Berdasar hal tersebut, ada hal yang membuat saya geli, yaitu fenomena orang "tersesat" di Jakarta. Jadi, ada orang yang bertanya kepada kita tentang lokasi yang jauh-jauh, dan kemudian mereka akan berkata dengan mimik yang memelas, betapa mereka mesti menuju ke tempat tersebut, sedangkan mereka tidak punya ongkos. Suatu hal yang menurut saya aneh (xixixix). Seringkali, akhir dari cerita tersebut adalah,"kalau kesana jalan kaki, butuh waktu berapa lama ya?"
Beberapa kali saya menemui kasus seperti ini, dan bertekad kalau ada orang yang bertanya seperti itu, saya tidak akan jawab :p

Suatu pagi, saya sedang duduk di halte di Jatinegara sambil menunggu metromini lewat. Tiba-tiba, ada Bapak menghampiri saya, dan bertanya
"Mas, Cikampek di mana ya?"
"Wah, maaf Pak saya tidak tahu."
Sudah saya jawab seperti itu, eh, Bapak itu masih nanya lagi,"Oh, kalau jalan kaki kesana, berapa lama ya?"
Lha, saya dah bilang tidak tahu kok masih ditanya juga? Aneh...
"Oh, deket Pak. Paling 10 menit. Bapak lurus aja, nanti belok kiri ya..."
Saya jawab aja ngasal, dan Bapaknya langsung pergi, "salah sasaran nih," gitu kali pikirnya.

Kemudian, pernah juga, saat di Tanah Abang, tiba-tiba ada ibu-ibu mendekati dan bertanya, "Mas, kalau dari sini ke Parung, jauh nggak?"
Spontan, saya jawab aja, "Deket Bu. Ibu lihat jalan itu? Nah kesana aja, nanti belok kiri, sampe deh ke stasiun. Tinggal nebeng KA aja."
Eh, sudah saya jawab seperti itu, Ibunya malah bercerita tanpa diminta.
"Mas, ini Ibu mau pulang ke Parung, cuma Ibu ga punya ongkos. Bisa tidak Ibu minta 2ribu saja buat pulang?"
Lha, ni Ibu bagaimana. Sudah dibilang deket, kok malah bilang ga punya ongkos. Tadi kan nanya Parung dimana, ini kok bilang minta duit? Jaka Sembung naik ojek dah. Aneh...
"Ibu, Parung deket kok. Paling 10 menit dah sampe. Bener. Saya saja habis dari sana."
"Mas, bisa tidak Ibu minta 2ribu saja, buat ongkos ke Parung?"
Lha? Kok malah udah tahu ongkos ke Parung 2ribu? xixixixi
"Ya udah, ini Bu."

Setelah itu, Ibu tersebut pun pergi, dan saya pun mengikutinya dari kejauhan dengan rasa penasaran. Benar, selisih 50 meter, ternyata Ibu tersebut bertemu dengan Ibu-Ibu yang lain, dan setelah terlihat ngobrol, mereka pun berpisah. Dan, saya lihat rekan si Ibu tersebut beberapa kali berhenti dan ngobrol dengan orang yang dia jumpai, entah apa yang dibicarakan, tetapi saya sudah bisa mengira-ngira isi dari perbincangan tersebut.

Weleh-weleh

No comments:

Post a Comment