Kalau semisal sedang
makan di restoran, pernahkah memperhatikan struk pembayaran? Sekarang
sering kali ada satu item pembayaran di sana, yaitu service charge.
Sebetulnya, bukan sekarang saja sih, saya pertama kali ngeh mengenai
hal ini sekitar tahun 2007, saat makan di cafe di sekitar Sarinah.
Sepengetahuan saya,
Service Charge itu adalah istilah lain dari tips. Karena kalau itu
bukan tips, jadinya kok terasa ada yang aneh, restauran hanya menjual
makanan dan minuman, juga menyediakan tempat saja. Sedangkan jasa
para pekerja di sana (koki, waitress, cleaning service, dll), itu
semua berasal dari Service Charge.
Kalau benar
demikian, berarti gaji dari pegawai di sana, tidaklah stabil, karena
Service Charge ini besarnya bervariasi, tergantung dari kebijakan
tiap resto.
Contoh, pada dua
struk makanan di samping. Sebelah kiri, valuenya lebih kecil dari yang
sebelah kanan, tetapi Service Chargenya lebih besar, entah kenapa
bisa begitu.
Dan kalau benar gaji
para pegawai itu bervariasi, wah, bisa jadi pas restoran sepi, gaji
mereka di bawah UMP dong :(
Kalau benar dugaan
saya, bahwa itu adalah tips, maka masih juga terasa aneh. Tips kok
dipaksakan. Tips itu kan diberikan jika kita merasa pelayanan yang
telah dilakukan dirasakan memuaskan, dan kita pun memberikannya
secara suka rela, tanpa paksaaan.
Ibaratnya, kita mau
memberi bagus, tidak juga tidak apa, karena para pekerja itu kan
melakukan pekerjaan mereka, dan mereka digaji untuk itu. Tidak ada
kewajiban bagi pelanggan untuk memberikan sesuatu ke mereka, apalagi
sampai harus dilegalkan ke dalam struk.
Ini bukan masalah
besar kecilnya nilai uang sih, karena bisa saja orang mengatakan,
“Biarkan saja deh, paling berapa rupiah ini.” Tapi ini lebih ke
arah prinsip dasar, yaitu sesuatu yang bukan keharusan, dipaksakan
untuk menjadi keharusan.
Kabar baiknya
adalah, saya jarang makan di restoran, dan yang ke dua, hal ini
setahu saya baru terjadi di Jakarta.
No comments:
Post a Comment