Sunday, August 05, 2018

Bersyukur dalam menjemput rejeki, pelajaran dari Pak Ojek Online

Aktifitas yang menuntut mobilitas tinggi, membuat saya terbiasa dengan angkutan online. Dulu, saya terbiasa dengan metro mini/kopaja, KRL, atau taxi (ini jarang banget sih), tetapi semenjak booming angkutan online, maka pilihan saya pun pindah. Kenapa? Sederhana, lebih cepat, bisa dapat kuitansi/nota, dan cashless.
Hanya, namanya juga masih dioperasikan manusia ya, terkadang ada saja yang kurang pas di hati. Paling sering yang saya temui adalah : drivernya menolak mengantarkan (dengan berbagai alasan, ujungnya minta cancel), dan kedua adalah, driver sudah dapat, tapi lama tidak bergerak dari peta, alias masih ngetem.

Untuk kasus pertama di atas, pernah dapat yang lucu, jadi driver bilang dia masih jauh, bisa lama datang karena lokasinya sekitar 3 km dari rumah saya, tapi kalau dilihat dari peta, ternyata paling hanya 50 meter, kalau kasus yang kedua, biasanya saya chat untuk kasih kabar kalau saya sudah menunggu.
Ada satu tukang ojek online yang berkesan, secara tidak langsung, dia mengajarkan tentang syukur dan bersabar. Jadi begini, sewaktu naik ojek online, pernahkah drivernya bercerita mengenai tarif yang terus turun, dan susah dapat penumpang? Kalau saya, sering mengalami hal tersebut. Nah, driver yang satu itu, justru berbeda. Bahkan pendapatannya dia, bisa tiga kali dari UMR Jakarta.
Jadi, bapak itu bercerita, sebelum jadi ojol, dia bekerja di perusahaan ekspedisi, dan bertugas menagih pembayaran ke pelanggan. Akhirnya, beberapa tahun yang lalu, beliau memutuskan untuk menekuni ojol, dan menanggalkan status karyawannya. Sebabnya, dalam satu hari, beliau bisa mendapatkan rata-rata Rp. 300 ribu, dan beliau bekerja satu bulan full, tanpa libur. Bisa dihitung kan, berapa pendapatan perbulannya?
Yang beliau lakukan hanya tiga hal:
1. Tidak pernah menolak orderan
Beliau tidak pernah melihat arah tujuan penumpang, kemanapun arahnya, hayuk aja. Ini berlawanan dengan kasus saya yang pertama di atas, dimana beberapa driver seringkali menolak order, karena arah tujuan saya jauh atau macet. Lalu, bagaimana beliau mengatasi masalah kemacetan parah di ibu kota? Tidak ada, pasrah saja. Beliau hanya keluar bekerja dua kali sehari, pagi hari, siang pulang istirahat, lalu bekerja lagi sore sampai malam sekitar pukul 22.00 WIB.
2. Tidak ngetem
Jadi beliau termasuk yang tidak suka berhenti untuk ngetem, selalu bergerak. Pengalaman dari beliau, kalau berhenti, sering kali malah tidak mendapatkan orderan, tetapi kalau posisi bergerak, sering dapatnya. Kalau berhenti, biasanya harus menunggu sejam baru dapat orderan. Wow, rejeki itu memang harus dijemput ternyata ya, bukan ditunggu di pengkolan.
3. Bekerja tanpa libur
Kalau sebulan ada 30 hari, maka 30 hari itu pula beliau bekerja mengantarkan penumpang, tanpa berhenti. Lalu, bagaimana dengan keluarganya? Apakah ditelantarkan? Ternyata tidak. Beliau siang selalu pulang ke rumah, nah, saat di rumah itulah waktu untuk keluarga. Mau jalan-jalan, makan di luar, belanja, atau apa pun, siang itulah masanya. Nanti begitu selesai, beliau akan jalan lagi antar jemput penumpang. Meski untuk saya kok, rasanya terlalu ekstrem ya, tapi orang kan berbeda.
Mendengarkan cerita bapak driver selama perjalanan, saya merasa mendapatkan masukan yang berharga, yaitu jangan pernah memilih pekerjaan, karena bisa jadi rejeki itu datang setelah melalui urutan ikhtiar.

2 comments:

  1. Ulet banget itu pak ojek online...sampe 30 hari nggak libur ya. Klo aku jd kluarganya...malah kasihan. Toh 300rb/hr itu misalnya kepotong 4 hr buat libur (biar bisa istirahat juga)...masih cukup kan untuk kebutuhan hidup...

    Hi...hi, tp mungkin targetnya beda si yaa...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Beliau menggunakan waktu dari siang sampai sore untuk waktu keluarga, Mbak. Entah keluarganya protes atau oke dengan sistem tersebut :)

      Delete