Sering kali disebutkan, gawai itu alat yang mendekatkan yang
jauh, dan menjauhkan orang yang dekat. Mungkin bisa jadi itu benar. Tapi,
bagaimana dengan anak? Apakah gawai juga bisa menjauhkan kita, para orang tua,
dengan anak? Kalau ada yang bertanya, pasti jawaban kita adalah tidak, tetapi
sering kali sifat kita menunjukkan sebaliknya.
Sebagai warga Metropolitan, di mana suami dan istri
sama-sama bekerja, anak-anak setiap harinya praktis hanya di sekolah, dan rumah
saja. Kalau di rumah, mereka hanya bersama dengan asisten rumah tangga, dan ibu
mertua, nenek mereka. Itu sebabnya, setiap weekend, agenda rutin adalah
mengajak mereka berjalan kesana kemari (ya tapi paling sering sih memang ke
mall).
Seperti minggu itu, saya ajak mereka ke Kemang Village. Di
sana ada mainan untuk anak-anak, di depan toko elektronik. Selagi mereka
bermain, ada anak kecil juga yang bermain di sana, dan sehabis bermain, anak
kecil itu bercerita sesuatu ke ayahnya, tapi, ayahnya hanya he eh he eh saja, sambil
matanya tidak terlepas dari layar gawai.
Sebulan sebelum itu, di tempat gym Chaca, selepas kelasnya,
coach datang menghampiri peserta kelasnya. Dan memberikan apresiasi atas
kemampuan pesertanya. Tapi orang tua yang anaknya dihampiri, tidak memberikan
respons sama sekali,masih terpaku pada gawainya. Praktis coach itu hanya
ngobrol saja pada anak latihnya.
Dua contoh yang saya temui di atas, bisa jadi sering kali juga
saya lakukan, hanya saya saja yang tidak ngeh.
Tapi tekad saya hanya satu, saya ingin menjadi pendengar yang baik untuk
keluarga saya. Saya ingin anak-anak saya bisa merasa dekat dengan orang tuanya,
dan berteman.
Apabila suatu ketika ada yang melihat saya asyik dengan
gawai, pada saat anak-anak saya ingin mengajak saya bermain atau bercerita,
tolong ingatkan saya ya.
No comments:
Post a Comment