Tidak sengaja, blogwalking, dan nyasar ke blog ini. Penampakan blognya sederhana
saja, desain biasa saja, tidak terlalu eye catching. Tetapi meski begitu, saya
betah berlama-lama membaca informasi yang diberikan di sana. Informasi tentang
cara menentukan arah kiblat, dengan sederhana, baik dengan arah bayangan
matahari, ataupun dengan alat yang murah meriah.
Sebagai Muslim, saya tidak terlalu memperhatikan mengenai
arah kiblat ketika sholat sebetulnya. Dalam pikiran saya, karena Islam adalah
mayoritas agama di Indonesia, semua tempat pasti ada musholla, dan di musholla,
sudah ada arah sajadah/penunjuk arah kiblat. Tinggal mengikuti saja, praktis.
Setelah saya membaca blog tersebut, saya iseng coba
menghitung arah kiblat di rumah selama ini, ternyata selisih sekitar 10° dari yang seharusnya. Waduh, jadi sekian
tahun ini #sedih. Rasa penasaran berlanjut, pergi ke masjid dekat rumah, masih
selisih, cuma tidak banyak, sekitar 2° - 3°. Masih oke lah. Setelah itu, setiap
bepergian, saya pasti sempatkan menghitung arah kiblat terlebih dahulu, sebelum
melakukan sholat. Alat yang saya pergunakan untuk mengukur derajat, ada dua.
Yang pertama saya menggunakan fitur kompas dari jam tangan Casio PRG 240T, dan
yang ke dua, saya menggunakan kompas kiblat, seharga Rp 40.000, yang saya beli
di toko buku. Berikut beberapa hasilnya:
Di
samping ini, adalah arah kiblat, dari Masjid PLN di Muara Karang. Dengan
menggunakan kompas kiblat, untuk kota Jakarta, arah kiblat berada di gradien
75, dan hasilnya sesuai dengan arah kiblat masjid. Oh ya, tolong abaikan tangan
saya ya… Memang, banyak yang bilang, kalau tangan saya halus #malu
Kalau yang ini, adalah arah kiblat di Musholla SPBU di Jalan Riau, Pekanbaru. Untuk kota Pekanbaru, arah kiblat berada di angka 293°. Saat saya cek, ternyata arah kiblat masjid, menunjuk ke arah 270°. Selisih 23°, yang menurut saya, cukup signifikan perbedaannya.
Nah, kalau yang ini,
adalah arah sajadah di musholla sebuah kafe, yang terletak di Jl Riau, Bandung.
Kalau yang atas tadi Jl Riau, Pekanbaru, yang ini yang di Bandung. Untuk kota
Bandung, arah kiblat berada di angka 295°, sesuai dengan arah jam tangan saya, yang serong ke kiri. Tetapi, bisa dilihat
sendiri, arah sajadah musholla kafe tersebut, lurus, dengan perbedaan sekita 45° dari arah yang seharusnya. Sangat
signifikan sekali bedanya. Di kafe ini, saya sempat iseng, saya ubah sajadah ke
arah sesuai yang ditunjukkan oleh kompas, tetapi tidak berapa lama, saya lihat
lagi, ternyata sudah kembali ke posisi awal. Jadi, kesimpulan saya, sepertinya
staf kafe tersebut, tidak mengetahui arah kiblat yang pasti.
Sebetulnya, masih banyak arah kiblat yang saya temui, di beberapa tempat, yang berbeda arah dengan yang semestinya, terutama di pusat perbelanjaan, kantor, dan tempat keramaian, seperti supermarket. Bahkan, saya pernah menemukan satu pusat perbelanjaan, dengan selisih kiblat yang sangat besar, 60°. Akibatnya, pada saat saya menunaikan kewajiban di tempat tersebut, orang-orang yang berada di musholla tersebut, melihat saya seperti aneh, soalnya miring sendiri kiblatnya.
Setelah saya pikir, perbedaan arah ini, bisa jadi disebabkan
penentuan kiblat yang berdasarkan asumsi, dan kebanyakan tegak lurus dengan
arah tembok gedung. Memang sih, agama itu tidak memberatkan, tetapi,
menyesuaikan arah kiblat, menurut saya, sama sekali bukanlah sesuatu yang
berat. Kita bisa menentukan dengan praktis, berbekal kompas kiblat seperti yang
saya miliki di atas, dengan harga yang sangat murah, dan bisa dipergunakan
sampai setahun, sebelum harus dikalibrasi lagi. Dan, kalau pun kita membawa
kompas itu kemana-mana juga, tidak akan merepotkan, karena ukurannya yang
kecil, dan ringan.
No comments:
Post a Comment