Guys, barusan saya ke Yogyakarta, lewat Ungaran,  Temanggung, dan Magelang. Kota-kota tadi, masih saja indah, seperti saat saya  melewatinya sekian bulan silam. Masih terbentang di  kiri-kanan hutan-hutan, dan di bunderan Kolombo, Yogya juga masih ada demo  mahasiswa (entah apa lagi tema yang diusung). 
 Pokoknya, cukup membuat "shock" karena sudah  terbiasa menghirup udara Jakarta yang hampir saja membuat saya merasa  malu.
 Sewaktu makan soto di depan Wisma GM, biaya yang  harus saya keluarkan, membuat saya cukup panik waktu itu. Bayangkan saja,  saya memesan nasi soto ayam dengan minuman segelas es teh manis, ternyata  harganya cuma Rp 3500,-. 
 Dengan enteng, saya keluarkan duit sambil  tersenyum, "niki Pak."
 "Waduh Mas, apa tidak ada duit kecil? Kita tidak  ada kembaliannya."
 Saya cemas, karena di kantong saya duit kecil cuman  1000 perak. 
 "Ngapunten, tidak ada itu Pak."
Setengah  terpaksa, bakul soto tadi menerima duit saya terus puter ke sana ke sini nukerin  duit. Lima menit kemudian, dia datang dengan muka agak bersalah.
 "Mas, saya tukar tapi tidak ada yang punya. Ya  udah, kalau emang tidak ada, bawa saja dulu uangnya, entar saja di bayarnya,"  katanya masih dengan keramahan khas Jawa.
 Alamak, emang kapan lagi saya ke Yogya? Apa saya  musti ke Yogya cuman buat nganterin 3500 doang?
Sambil berkeringat dingin,  saya cari-cari lagi di seluruh pojok pakaian saya, ditambah juga di seluruh  sudut tas butut yang saya bawa. "Sekedap nggih, Pak," kata saya kepada bakul  soto tadi.
 Untung, ketemu juga akhirnya uang 3500 rupiah  terdiri dari seribu satu lembar, sisanya koin lima ratusan dan  cepekan.
 Tetapi bagaimanapun juga, mahasiswi-mahasiswi di  Yogya masih cukup menarik, sayang saya tidak punya cukup waktu untuk menikmati  daya tarik tersebut.  
 Tapi satu hal yang jadi pertanyaan saya,  kenapa setiap melewati rute tersebut, pasti turun hujan meski di tengah  musim kemarau seperti sekarang? Brrr, segar...